Jumat, 25 Januari 2013

Tugas Ekonomi Koperasi


     NAMA : ISLAMI ARASTANTIA
     KELAS : 2EB24
     NPM     : 23211728

                        Kasus Koperasi KarangAsem Membangun

Kasus Kospin (Koperasi Simpan Pinjam) di Kabupaten Pinrang, Sulawawesi Selatan yang menawarkan bunga simpanan fantastis hingga 30% per bulan sampai akhirnya nasabah dirugikan ratusan milyar rupiah, ternyata belum menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia.
Bagi Anda yang belum pernah tahu Kabupaten KarangAsem, belakangan ini akan semakin sering mendengar nama KarangAsem di media massa. Apa pasalnya, sehingga nama KarangAsem mencuat? Jawaban paling sahih, mencuatnya nama KarangAsem akibat adanya kasus investasi Koperasi KarangAsem Membangun.
Kabupaten KarangAsem adalah salah satu kabupaten di Provinsi Bali. Kabupaten ini masih tergolong kabupaten tertinggal dengan tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dan kondisi perekonomian daerah yang relatif ‘morat-marit’. Data dari Pemda Karangasem menyebutkan pendapatan per kapita masyarakat hanya sekitar Rp 6 juta per tahun.
Pada tahun 2006 lalu, di kabupaten ini lahirlah sebuah koperasi dengan nama Koperasi KarangAsem Membangun (KKM). KKM ini dalam operasinya mengusung beberapa nama ‘besar’ di daerah tersebut. Pengurus KKM, misalnya, diketuai oleh Direktur Utama PDAM Karangasem, I Gede Putu Kertia, sehingga banyak anggota masyarakat yang tidak meragukan kredibilitas koperasi tersebut. Dengan bekal kredibilitas tersebut, KKM tersebut mampu menarik nasabah dari golongan pejabat dan masyarakat berpendidikan tinggi.
KKM sebenarnya bergerak pada beberapa bidang usaha, antara lain simpan pinjam, toko dan capital investment. Salah satu layanan KKM yang menjadi ‘primadona’ adalah Capital Investment (Investasi Modal). Layanan Capital Investment yang dikelola oleh KKM menjanjikan tingkat pengembalian investasi sebesar 150% setelah tiga bulan menanamkan modal. Dengan kondisi sosial dimana mayoritas masyarakat tergolong ekonomi kurang mampu dan juga pendidikan yang relatif rendah, iming-iming keuntungan sebesar itu tentunya sangat menggiurkan. Lucunya, ada juga beberapa anggota DPRD Kabupaten Karangasem yang ikut ‘berinvestasi’ di KKM, bahkan ada yang sampai menanamkan modal sebesar Rp.400 juta.
Konyolnya, walaupun KKM menawarkan produk investasi, koperasi tersebut sama sekali tidak mengantongi ijin dari Bapepam. Pada kenyataannya, sebenarnya layanan Investment Capital tersebut adalah penipuan model piramida uang. Sebagian nasabah yang masuk duluan, memang berhasil mendapatkan kembali uangnya sekaligus dengan ‘keuntungannya’. Seorang pemodal misalnya, memberikan testimoni bahwa hanya dengan bermodalkan Rp 500 ribu, dalam waktu 3 bulan ia mendapatkan hasil Rp.1,5 juta. Dengan iming-iming 150% tersebut, antara November 2007 hingga 20 Februari 2009, KKM berhasil menjaring 72.000 nasabah dengan nilai total simpanan Rp.700 milyar.

Tanggapan saya atas kasus diatas :
Mengenai kasus diatas memang sudah lumrah terjadi , dan sudah menjadi rahasia umum jika permasalahan yang kerap terjadi sekarang ini dalam kegiatan koperasi adalah Penipuan. Pasalnya kita sering mendengar berita ini dari bebagai media bahwa para calon deposan koperasi dibujuk untuk menanamkan modalnya dan akan mendapatkan keuntungan dua kali lipat dalam tempo waktu yang singkat.
Tidak dapat dipungkiri juga bahwa kasus ini terjadi akibat minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kegiatan koperasi, masyarakat harus diberikan pengetahuan yang lebih mendalam dengan  cara melakukan sosialisasi mengenai kegiatan koperasi tersebut. Selain itu masyarakat juga harus sering-sering dihimbau untuk tidak mudah percaya terhadap segala sesuatu yang tidak masuk akal, seperti mendapatkan keuntungan dua kali lipat dalam tempo waktu yang singkat, dan tidak mudah tergiur oleh sebuah lembaga usaha yang menjanjikan keuntungan secara instan tanpa mengetahui proses dan cara kerjanya. Namun apabila  para calon deposan tetap ingin menginvestasikan modalnya pada koperasi  ada hal-hal yang perlu  diperhatikan dan beberapa  criteria yang harus ada dalam koperasi tersebut yaitu :
1)    Terdapat surat izin resmi berdirinya koperasi tersebut, menurut UU No. 12/1967 Tentang Perkoperasian.
2)    Pengajuan permohonan mendapatkan pengesahan hak badan hukum koperasi
3)    Mengetahui tujuan mendirikan koperasi dan usaha yang hendak dijalankan
4)    Mengetahui penyusunan anggaran dasar
5)    Mengetahui rencana jangka panjang koperasi
6)    Mengetahui apakah pengurus koperasi mempunyai keahlian dalm mengembangkan koperasi dan memajukan koperasi tersebut.
7)    Mengetahui apakah koperasi tersebut dapat memberikan kesejateraan bagi para anggotanya
 Hal- hal diatas dapat dijadikan acuan bagi masyarakat ataupun calon deposan yang ingin menginvestasikan modalnya dalam koperasi, agar tidak mudah tertipu. Dan pemerintah dan para penegak hukum harus lebih memperhatikan mngenai kasus ini karna hal ini sangat merugikan masyarakat dalam keadaan ekonomi yang sedang sulit seperti ini. Selain itu kasus diatas dapat menjadi pelajaran untuk kita semua untuk lebih teliti , cermat dan hati-hati.

Reference :
·        Nur S, Buchori, Koperasi Syariah. Penerbit PT.Buana Pustaka, 2009.