NAMA : ISLAMI ARASTANTIA
KELAS : 2EB24
NPM : 23211728
”Kasus Koperasi KarangAsem Membangun”
Kasus Kospin (Koperasi Simpan Pinjam) di Kabupaten Pinrang, Sulawawesi Selatan yang menawarkan bunga simpanan fantastis hingga 30% per bulan sampai akhirnya nasabah dirugikan ratusan milyar rupiah, ternyata belum menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia.
Bagi Anda yang belum pernah tahu Kabupaten KarangAsem, belakangan ini akan semakin sering mendengar nama KarangAsem di media massa. Apa pasalnya, sehingga nama KarangAsem mencuat? Jawaban paling sahih, mencuatnya nama KarangAsem akibat adanya kasus investasi Koperasi KarangAsem Membangun.
Kabupaten KarangAsem adalah salah satu kabupaten di Provinsi Bali. Kabupaten ini masih tergolong kabupaten tertinggal dengan tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dan kondisi perekonomian daerah yang relatif ‘morat-marit’. Data dari Pemda Karangasem menyebutkan pendapatan per kapita masyarakat hanya sekitar Rp 6 juta per tahun.
Pada tahun 2006 lalu, di kabupaten ini lahirlah sebuah koperasi dengan nama Koperasi KarangAsem Membangun (KKM). KKM ini dalam operasinya mengusung beberapa nama ‘besar’ di daerah tersebut. Pengurus KKM, misalnya, diketuai oleh Direktur Utama PDAM Karangasem, I Gede Putu Kertia, sehingga banyak anggota masyarakat yang tidak meragukan kredibilitas koperasi tersebut. Dengan bekal kredibilitas tersebut, KKM tersebut mampu menarik nasabah dari golongan pejabat dan masyarakat berpendidikan tinggi.
KKM sebenarnya bergerak pada beberapa bidang usaha, antara lain simpan pinjam, toko dan capital investment. Salah satu layanan KKM yang menjadi ‘primadona’ adalah Capital Investment (Investasi Modal). Layanan Capital Investment yang dikelola oleh KKM menjanjikan tingkat pengembalian investasi sebesar 150% setelah tiga bulan menanamkan modal. Dengan kondisi sosial dimana mayoritas masyarakat tergolong ekonomi kurang mampu dan juga pendidikan yang relatif rendah, iming-iming keuntungan sebesar itu tentunya sangat menggiurkan. Lucunya, ada juga beberapa anggota DPRD Kabupaten Karangasem yang ikut ‘berinvestasi’ di KKM, bahkan ada yang sampai menanamkan modal sebesar Rp.400 juta.
Konyolnya, walaupun KKM menawarkan produk investasi, koperasi tersebut sama sekali tidak mengantongi ijin dari Bapepam. Pada kenyataannya, sebenarnya layanan Investment Capital tersebut adalah penipuan model piramida uang. Sebagian nasabah yang masuk duluan, memang berhasil mendapatkan kembali uangnya sekaligus dengan ‘keuntungannya’. Seorang pemodal misalnya, memberikan testimoni bahwa hanya dengan bermodalkan Rp 500 ribu, dalam waktu 3 bulan ia mendapatkan hasil Rp.1,5 juta. Dengan iming-iming 150% tersebut, antara November 2007 hingga 20 Februari 2009, KKM berhasil menjaring 72.000 nasabah dengan nilai total simpanan Rp.700 milyar.
Tanggapan saya atas kasus
diatas :
Mengenai kasus diatas memang sudah lumrah
terjadi , dan sudah menjadi rahasia umum jika permasalahan yang kerap terjadi
sekarang ini dalam kegiatan koperasi adalah Penipuan. Pasalnya kita sering
mendengar berita ini dari bebagai media bahwa para calon deposan koperasi
dibujuk untuk menanamkan modalnya dan akan mendapatkan keuntungan dua kali
lipat dalam tempo waktu yang singkat.
Tidak dapat dipungkiri juga bahwa kasus ini
terjadi akibat minimnya pengetahuan masyarakat mengenai kegiatan koperasi,
masyarakat harus diberikan pengetahuan yang lebih mendalam dengan cara melakukan sosialisasi mengenai kegiatan
koperasi tersebut. Selain itu masyarakat juga harus sering-sering dihimbau
untuk tidak mudah percaya terhadap segala sesuatu yang tidak masuk akal,
seperti mendapatkan keuntungan dua kali lipat dalam tempo waktu yang singkat,
dan tidak mudah tergiur oleh sebuah lembaga usaha yang menjanjikan keuntungan
secara instan tanpa mengetahui proses dan cara kerjanya. Namun apabila para calon deposan tetap ingin menginvestasikan
modalnya pada koperasi ada hal-hal yang
perlu diperhatikan dan beberapa criteria yang harus ada dalam koperasi
tersebut yaitu :
1) Terdapat surat izin
resmi berdirinya koperasi tersebut, menurut UU No. 12/1967 Tentang
Perkoperasian.
2) Pengajuan permohonan
mendapatkan pengesahan hak badan hukum koperasi
3) Mengetahui tujuan
mendirikan koperasi dan usaha yang hendak dijalankan
4) Mengetahui penyusunan
anggaran dasar
5) Mengetahui rencana
jangka panjang koperasi
6) Mengetahui apakah
pengurus koperasi mempunyai keahlian dalm mengembangkan koperasi dan memajukan
koperasi tersebut.
7) Mengetahui apakah
koperasi tersebut dapat memberikan kesejateraan bagi para anggotanya
Hal- hal diatas dapat dijadikan acuan bagi masyarakat ataupun calon
deposan yang ingin menginvestasikan modalnya dalam koperasi, agar tidak mudah
tertipu. Dan pemerintah dan para penegak hukum harus lebih memperhatikan
mngenai kasus ini karna hal ini sangat merugikan masyarakat dalam keadaan
ekonomi yang sedang sulit seperti ini. Selain itu kasus diatas dapat menjadi
pelajaran untuk kita semua untuk lebih teliti , cermat dan hati-hati.
Reference :
·
Nur
S, Buchori, Koperasi Syariah.
Penerbit PT.Buana Pustaka, 2009.